Gambar Sampul IPS · BAB IV KEBANGKITAN NASIONAL
IPS · BAB IV KEBANGKITAN NASIONAL
Herlan

23/08/2021 05:50:26

SMP 8 KTSP

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

Standar Kompetensi

Memahami proses kebangkitan nasional.

Kompetensi Dasar

1.

Menjelaskan proses perkembangan kolonialisme dan imperialisme Barat serta pengaruhnya

yang ditimbulkan di berbagai daerah.

2.

Menguraikan proses terbentuknya kesadaran nasional, identitas Indonesia, dan

perkembangan pergerakan kebangsaan Indonesia.

Tahukah kamu bagaimana nenek moyang

kita dahulu melawan penjajah? Lahirnya

kemerdekaan bangsa Indonesia tidak

semudah membalikkan telapak tangan,

akan tetapi dilakukan melalui perjuangan

keras dari para pejuang bangsa di berbagai

daerah di Indonesia.

Pada bab ini, kamu akan belajar tentang

bagaimana pemerintah kolonial Belanda

melakukan penjajahan kepada bangsa

Indonesia serta reaksi rakyat di berbagai

daerah terhadap penjajahan tersebut,

termasuk bagaimana agama Nasrani

sebagai salah satu misi yang dibawa dalam

penjajahan tersebut menyebar di Indonesia.

Bung Tomo

Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka

Bab IV

KEBANGKITAN

NASIONAL

62

Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII

Kebangkitan Nasional

Kebijakan Pemerintah Kolonial

Bentuk Perlawanan Rakyat

Politik Etis

Kata Kunci

Kebangkitan

Pemerintah kolonial

Perlawanan rakyat

Barat

Islam

Kongres

PETA KONSEP

Peran Golongan Terpelajar Profesional dan Pers

Organisasi-organisasi Pergerakan Nasional

Kongres Pemuda dan Perempuan

Pendidikan Barat dan Islam

63

Bab IV

Kebangkitan Nasional

Menurut sejarah, jatuhnya bangsa Indonesia ke tangan kolonialisme Barat dimulai

sejak bangsa-bangsa Barat menundukkan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Kerajaan yang

ada di Nusantara secara perlahan dikuasai oleh Spanyol, Portugis, Belanda, dan Inggris.

Ada beberapa faktor pendorong bagi bangsa Barat untuk datang dan menguasai

Bangsa Indonesia, di antaranya karena kekayaan alam Indonesia, terutama rempah-rempah.

Sejak ratusan tahun yang lalu, rempah-rempah Nusantara merupakan barang yang berharga

di Eropa. Oleh karena itu, bagi bangsa Barat yang mampu mendatangkan rempah-rempah

dari Nusantara dan memperdagangkannya di Barat dapat mendatangkan keuntungan yang

besar bagi bangsa tersebut.

Bangsa Portugis merupakan bangsa Barat pertama yang menguasai kerajaan di

Nusantara, yaitu sejak merebut Malaka pada 1511. Kekuasaannya berakhir setelah Belanda

merebut Malaka pada 1640. Adapun banga Spanyol tidak sempat banyak menguasai

bangsa Indonesia, karena kalah bersaing dengan bangsa Portugis dan hanya memusatkan

daerah kolonialnya di Filipina. Sementara bangsa Belanda merupakan bangsa yang paling

lama melakukan penjajahan di Nusantara.

Belanda sebagai bangsa yang paling lama menguasai bangsa Indonesia sudah

melakukan banyak kebijakan-kebijakan yang sangat nerugikan rakyat Indonesia. Pada

awalnya, tahun 1596 Belanda mulai datang ke Banten di bawah pimpinan Cornelis de

Houtman. Kedatangan yang pertama ini diikuti oleh kedatangan rombongan Belanda yang

selanjutnya menyebabkan persaingan perdagangan dan penguasaan rempah-rempah di

antara para pengusaha Belanda. Untuk mengatasi persaingan dagang tersebut dan atas

saran Johan Van Oldenbarnevelt, pada tahun 1602 didirikanlah kongsi dagang Belanda

yang diberi nama

Vereenigde Oost-Indische Compagnie

(VOC). Adapun tujuan Belanda

mendirikan VOC adalah:

1)

menghindarkan persaingan antarpengusaha Belanda;

2)

mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya;

3)

agar mampu bersaing dengan kongsi dagang dari bangsa lain, seperti Portugis dan

Spanyol.

Untuk mencapai tujuan-tujuan VOC, maka pemerintah Belanda memberikan beberapa

hak istimewa (Hak Octrooij), sebagai berikut:

1)

monopoli kegiatan perdagangan;

2)

membentuk kekuatan tentara sendiri untuk mempertahankan diri;

3)

mengadakan perjanjian dengan raja-raja;

4)

mendirikan benteng-benteng pertahanan;

A. KEBIJAKAN PEMERINTAH KOLONIAL

DAN PENGARUHNYA

64

Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII

5)

mencetak dan mengedarkan uang sendiri;

6)

menyatakan perang dan mengadakan perdamaian.

Dilihat dari tujuan pendiriannya, VOC bukan semata-mata badan perdagangan yang

mencari keuntungan, tetapi juga merupakan badan pemerintahan yang dijadikan alat oleh

Belanda sebagai alat untuk menjajah Nusantara. Gerakan penjajahan Belanda melalui VOC

yang didirikanya di antaranya dengan menetapkan beberapa kebijakan yang sangat

merugikan rakyat, seperti:

1)

menarik upeti (

verplichte leverantie

) dari raja-raja yang telah ditaklukkan oleh

Belanda;

2)

menarik pajak (

contingenten

) dari rakyat dalam bentuk hasil-hasil bumi;

3)

mengadakan pelayaran Hongi, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh armada Belanda

dengan menggunakan perahu-perahu kecil untuk menangkap, mengawasi para

pedagang dan penduduk pribumi yang dianggap melanggar ketentuan Belanda seperti

menjual hasil pertanian kepada orang lain;

4)

melakukan ektirpasi, yaitu menebas, membinasakan, dan menghancurkan tanaman

rempah-rempah yang menjadi komoditas ekspor agar tidak mengalami kelebihan

produksi yang menyebabkan jatuhnya harga;

5)

mengangkat seorang gubernur jenderal untuk mengawasi dan melaksanakan jalannya

pemerintahan di daerah yang dikuasainya, seperti Jan Piterzoon Coen (1619-1629)

yang dikenal sebagai pendiri Kota Batavia dan kebijakan kolonialisasi untuk

mendatangkan keluarga orang Belanda ke Nusantara untuk kebutuhan tenaga kerja

Belanda.

Penjajahan yang dilakukan oleh VOC sangat kejam yang mengakibatkan rakyat

Indonesia mendapat kerugian, menderita secara fisik, serta kekurangan uang dan barang

untuk keperluan hidupnya. VOC tidak segan-segan menangkap rakyat yang dianggapnya

memberontak, menjadikan budak belian, bahkan membunuh rakyat yang tidak berdosa.

Setelah berkuasa cukup lama di Nusantara, dalam perkembangan selanjutnya VOC

mengalami kemunduran. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya:

1)

merebaknya tindakan korupsi di kalangan para pegawai VOC;

2)

adanya persaingan dagang yang ketat di antara sesama kongsi dagang negara lain

seperti

Compagnie des Indies

(CDI) dari Prancis, dan

East Indian Company

(EIC)

dari Inggris;

3)

membengkaknya biaya perang yang dikeluarkan oleh VOC untuk mengatasi

pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan rakyat Indonesia di daerah-daerah;

4)

akibat kekuasaan VOC yang cukup luas menyebabkan kebutuhan gaji pegawai

semakin membengkak yang menyebabkan kebangkrutan.

65

Bab IV

Kebangkitan Nasional

Akibat dari kemunduran yang dialami VOC, akhirnya pada tahun 1795 dibentuklah

panitia pembubaran VOC. Panitia ini membubarkan VOC pada tanggal 31 Desember 1799

dengan ketentuan semua utang dan kekayaannya diambil alih oleh pemerintah Belanda.

Berakhirnya kekuasaan VOC di Indonesia pada 31 Desember 1799 menyebabkan

kekuasaan Belanda semakin memudar. Di sisi lain pada saat yang bersamaan kongsi dagang

Inggris semakin mengalami perkembangan. Hal ini membuat pemerintah Hindia Belanda

semakin gencar untuk mempertahankan wilayah kekuasaan Belanda di Indonesia. Belanda

mengangkat Herman Willem Daendels untuk mengatur pemerintahan di Indonesia sekaligus

mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Untuk tugas-tugas ini, Daendels

melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: pemindahan pusat pemerintahan lebih ke

pedalaman, menambah jumlah prajurit, membangun benteng-benteng pertahanan, membuat

jalan dari Anyer ke Panarukan, mengadakan Preanger Stelsel, dan rakyat dipaksa untuk

kerja rodi.

Dalam perkembangan selanjutnya, semakin buruknya perekonomian Belanda

mengakibatkan gejolak tersendiri di kalangan mereka. Siasat yang dilancarkan Belanda

dalam rangka memperbaiki keuangan mereka serta menguasai Indonesia akhirnya dirubah,

semula menggunakan politik monopoli menjadi politik bebas. Melalui rekomendasi

Johannes Van de Bosch,

seorang ahli keuangan Belanda ditetapkanlah dan Sistem Tanam

Paksa atau

Cultur Stelesel

tahun 1830.

Tujuan Sistem Tanam Paksa adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-

besarnya. Tujuannya untuk mengisi kekosongan kas Belanda yang pada saat itu terkuras

habis akibat perang.

Terdapat beberapa peraturan yang ditetapkan Belanda dalam rangka melaksanakan

Sistem Tanam Paksa:

1)

rakyat harus menyediakan seperlima dari tanah miliknya untuk tanaman ekspor, seperti

kopi, tebu, teh dan tembakau, serta tanah tersebut harus bebas pajak tanah;

2)

waktu tanam dari setiap tanaman tersebut tidak boleh lebih dari waktu pemeliharaan

padi;

3)

kerusakan tanaman akibat bencana alam ditanggung oleh pemerintah Belanda;

4)

hasil tanaman rakyat tersebut harus diserahkan kepada Belanda dengan harga yang

yang telah ditentukan oleh pemerintah Belanda;

5)

bagi petani yang tidak memiliki tanah dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik

milik pemerintah selama 66 hari.

Adanya Sistem Tanam Paksa sangat merugikan rakyat, karena selain pelaksanaannya

yang tidak sesuai aturan diperparah lagi oleh banyaknya penyimpangan yang dilakukan

para pengusaha pribumi. Mereka ingin menambah upah pengawasan dengan cara menekan

rakyat seperti penyediaan tanah tidak seperlima lagi, tapi setengahnya; desa yang memiliki

tanah subur semuanya digunakan untuk tanam paksa; semua kerusakan dan kegagalan

panen akan ditanggung oleh petani dan rakyat.

66

Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII

Akibat dari kegiatan tanam paksa, rakyat Indonesia menderita kemiskinan yang

berkepanjangan, kelaparan dan kematian terjadi di mana-mana. Sementara bagi Belanda

merupakan ladang ekonomi yang banyak mendapatkan keuntungan. Kas Belanda yang

asalnya kosong dapat dipenuhi kembali, kemudian secara berangsur-angsur utang Belanda

dapat dilunasi dan menjadikan Belanda sebagai negara yang tidak mengalami kesulitan

keuangan.

Praktik tanam paksa menimbulkan reaksi dan sikap prihatin dari beberapa kalangan

di antaranya sebagai berikut.

1)

Baron Van Hovel, seorang misionaris yang menyatakan bahwa tanam paksa adalah

suatu tindakan yang tidak manusiawi, karena menyebabkan rakyat sangat menderita.

2)

E.F.E Douwes Dekker, seorang pejabat Belanda yang merasa prihatin terhadap

penderitaan rakyat Indonesia, menulis buku berjudul Max Havelaar yang isinya

menceritakan tentang penderitaan rakyat Indonesia akibat Sistem Tanam Paksa.

3)

Golongan pengusaha atau kaum liberalis yang menghendaki kebebasan dalam berusaha.

Menyikapi kedatangan serta dominasi bangsa-bangsa Barat di Indonesia, bangsa

Indonesia melakukan reaksi dan perlawanan dalam bentuk yang berbeda-beda. Reaksi

dilakukan dengan cara menunjukkan rasa tidak suka, menolak, atau tidak mau berhubungan

dengan mereka, baik dalam bidang perdagangan, kebudayaan, ataupun bidang-bidang

lainnya.

Perlawanan yang dilakukan umumnya melalui peperangan dan gerakan sosial.

Peperangan dilakukan secara terorganisir, terutama oleh angkatan bersenjata milik kerajaan

di suatu daerah atau pasukan yang dimiliki oleh kelompok bersenjata. Adapun melalui

gerakan sosial, perlawanan dilakukan dengan cara protes, perusakan milik penjajah atau

penguasa yang bekerja sama dengan penjajah, serta gerakan sosial berupa pemberontakan.

Perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia terhadap kedatangan dan dominasi

bangsa Barat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya sebagai berikut.

1)

Gerakan bangsa Barat yang cenderung menguasai dan menjajah sumber daya alam

serta sumber daya manusia yang ada di Indonesia.

2)

Hasrat untuk hidup tenang sesuai dengan adat istiadat setempat dari rakyat Indonesia,

seperti halnya sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat.

3)

Hasrat untuk menegakkan kedaulatan dan kemandirian serta tidak ingin dicampuri

oleh bangsa asing.

4)

Kolonialisme dan imperialisme sangat membelenggu masyarakat Indonesia.

B. BENTUK-BENTUK PERLAWANAN RAKYAT

67

Bab IV

Kebangkitan Nasional

Bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan oleh rakyat menunjukkan bahwa rakyat

Indonesia tidak menghendaki penjajahan. Hal tersebut telah merugikan pemerintah kolonial

di Indonesia. Namun, perlawanan tersebut belum mampu mengusir Belanda dari wilayah

Indonesia sampai negara tersebut mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II dan

menyerah kepada Jepang pada 8 Maret 1942. Ada beberapa faktor yang menyebabkan

rakyat Indonesia gagal mengusir penjajah, di antaranya:

1)

kurangnya persatuan di antara rakyat dan kerajaan-kerajaan di Indonesia;

2)

mentalitas sebagian orang Indonesia yang terpedaya oleh jabatan dan kekayaan

yang ditawarkan oleh penjajah;

3)

kualitas SDM Indonesia cenderung kalah dengan SDM penjajah;

4)

kuatnya rasa cinta kedaerahan rakyat Indonesia sehingga menjadi peluang bagi

penjajah untuk mengadu domba;

5)

terdapatnya persaingan di antara kerajaan-kerajaan di Indonesia untuk menjadi

kerajaan yang paling maju;

6)

sarana dan prasarana militer serta alat komunikasi antar daerah di Indonesia yang

sangat minim.

1. Perlawanan Terhadap Portugis

Perlawanan Bangsa Indonesia mengusir bangsa Barat dilakukan sejak kedatangan

bangsa Portugis di Indonesia yang mengalahkan Kerajaan Malaka tahun 1511. Perlawanan

dilakukan oleh rakyat Aceh, Johor, dan rakyat dari kerajaan-kerajaan lain terhadap

kedudukan bangsa Portugis di Pelabuhan Malaka.

Perlawanan rakyat Maluku terhadap bangsa Portugis dipimpin oleh Sultan Hairun

dan Sultan Baabullah (1575). Rakyat Maluku tidak suka dengan kedatangan para pedagang

Portugis yang ingin menguasai sumber rempah-rempah dari Maluku. Melihat tanda-tanda

bahwa bangsa Portugis ingin memonopoli perdagangan, perlawanan dilakukan sejak 1512.

Oleh karena peralatan perang bangsa Portugis lebih lengkap serta tidak adanya kerja

sama di antara kerajaan-kerajaan di Maluku, perlawanan mengalami kegagalan. Kerajaan-

kerajaan, seperti Ternate dan Tidore justru bersaing di antara mereka sehingga tidak ada

kata sepakat tentang cara mengusir bangsa Portugis dari wilayah mereka.

Perlawanan yang tidak terorganisir pun terjadi di Demak, Jawa Tengah. Oleh karena

tidak adanya dukungan dan kerajaan-kerajaan di kawasan Sumatra, Jawa, dan Kalimantan,

serangan ini mengalami kegagalan. Serangan pasukan Dipati Unus terhadap kota Pelabuhan

Malaka dilakukan dua kali (1512 dan 1513), tetapi tidak berhasil mengusir bangsa Portugis

dari pelabuhan terbesar di Asia itu. Sebaliknya, untuk mempertahankan Malaka, bangsa

Portugis berhasil menjalin kerja sama dengan penguasa Kerajaan Pajajaran. Kerajaan

yang sedang bersaing dengan Kerajaan Cirebon dan Banten tersebut memanfaatkan bangsa

Portugis yang sedang terancam. Keadaan ini menyebabkan gagalnya perlawanan Dipati

Unus terhadap kedudukan Portugis di Malaka.

68

Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII

2. Perlawanan Terhadap VOC

Dengan kegagalan-kegagalan tersebut, bangsa Portugis tetap berkuasa di wilayah

Nusantara sebelum bangsa ini akhimya kalah bersaing dengan para pedagang Belanda

yang telah mendirikan VOC tahun 1602. Perlawanan terhadap bangsa penjajah juga

dilakukan terhadap bangsa Belanda. Setelah Belanda mendirikan VOC dan menjadikan

Jayakarta (kemudian diganti nama menjadi Batavia) sebagai pusat operasional VOC, timbul

reaksi dari kerajaan-kerajaan yang merasa dirugikan akibat didirikannya VOC itu. Salah

satu kerajaan yang merasa terancam, yaitu Mataram di bawah Sultan Agung.

Bagi Sultan Agung, VOC yang berambisi menguasai Jawa dianggap sebagai saingan

bagi Kerajaan Mataram. Oleh karena itu, Sultan Agung berusaha melakukan penyerangan

terhadap pusat VOC itu. Akan tetapi, lemahnya peralatan militer, kurangnya dukungan

logistik, serta tidak adanya dukungan dari kerajaan-kerajaan lain, maka serangan ke Batavia

(Jayakarta) mengalami kegagalan. Upaya penyerangan ini dilakukannya sebanyak dua

kali, yaitu tahun 1628 dan 1629. Dengan gagalnya serangan tersebut, VOC tetap memiliki

kedudukan kuat dalam melakukan perdagangan di kawasan Nusantara.

Sebaliknya, dengan kuatnya kedudukan tersebut serta terjadinya persaingan di antara

kerajaan-kerajaan di Nusantara, VOC dengan leluasa dapat memperluas wilayah

kekuasaannya. Misalnya, ketika terjadi konflik internal pada Kesultanan Banten yang

menyebabkan Banten jatuh ke tangan VOC. Ketika Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat

anaknya yang bergelar Sultan Haji sebagai Sultan Banten, Belanda segera ikut campur

dalam urusan Banten dengan cara mendekati Sultan Haji. Sultan Ageng yang sangat anti

terhadap VOC dan tidak suka dengan kedudukan VOC di Jayakarta segera menarik

kembali tahta untuk anaknya. Tentu saja tindakan tersebut tidak disukai oleh Sultan Haji

sehingga dia minta bantuan ke VOC di Batavia untuk membantu mengembalikan tahtanya.

Berkat kerja sama dengan VOC, Sultan Haji akhirnya memperoleh tahta kembali. Sebagai

imbalannya, diserahkan sebagian wilayah Banten kepada VOC. Persaingan dalam tubuh

kerajaan tersebut sangat tidak menguntungkan bagi upaya untuk mengusir menjajah dari

Indonesia. Sebaliknya, dengan adanya konflik dalam tubuh kerajaan, penjajah dengan

leluasa dapat memperluas wilayah kekuasaannya. Walaupun begitu, Sultan Ageng Tirtayasa

harus dihargai dalam sejarah Indonesia sebagai sultan yang berani menentang VOC.

Di Pulau Sulawesi, perlawanan rakyat untuk mengusir VOC dilakukan di Kerajaan

Makassar. Kerajaan yang memusatkan kegiatan ekonominya pada sektor perdagangan

sangat terganggu dengan kehadiran organisasi dagang Belanda, VOC. Banyak pedagang

Makassar yang mengalami kemunduran karena kehadiran VOC. Oleh karena itu, rakyat

Makassar berusaha mengusir VOC dari daerah mereka. Perlawanan rakyat Makassar

terhadap VOC dipimpin oleh Sultan Makassar bernama Sultan Hasanuddin.

Walaupun melakukan perlawanan dengan gigih, Hasanuddin tidak berhasil mengusir

VOC dari wilayah Makassar. Penyebabnya, kelihaian VOC memanfaatkan konflik dan

persaingan antara Sultan Hasanuddin dari Kerajaan Makassar dan Raja Bone bernama

Aru Palaka. Raja Aru Palaka selalu didekati oleh VOC untuk menghadapi pasukan Sultan

69

Bab IV

Kebangkitan Nasional

Hasanuddin. Melalui pertempuran bertahun-tahun, baik di darat maupun di laut, akhimya

pasukan Kerajaan Makassar dapat dikalahkan pasukan VOC. Pasukan Belanda yang

dipimpin Cornelis Speelman dapat memaksa Sultan Hasanuddin menandatangani

Perjanjian Bongaya

pada 1667.

Perlawanan lain terhadap pemerintah kolonial terjadi di Maluku. Perlawanan ini

berlangsung lama, dipimpin Sultan Nuku (1780-1805) serta Pattimura (1817). Sultan Nuku

merupakan raja dari Kesultanan Tidore. Penyebabnya, Nuku tidak suka dengan ikut

campurnya Belanda dalam urusan kerajaan-kerajaan di Maluku serta memaksa kerajaan-

kerajaan untuk bekerja sama dengan Belanda. Sultan Nuku memiliki sikap tegas untuk

menolak kehadiran pemerintah kolonial di Maluku.

3. Perlawanan Terhadap Pemerintah kolonial Belanda.

Dalam menghadapi Belanda, Nuku menggunakan cara diplomasi, yaitu dengan

mendekati Inggris dan mengambil simpati rakyat dari kerajaan-kerajaan yang rajanya telah

bergabung dengan Belanda, seperti Ternate. Dengan dukungan tersebut, Nuku dapat

memanfaatkan kekuatan militernya untuk menghadapi Belanda. Kerja samanya dengan

Inggris hanya merupakan taktik semata. Sultan juga menyadari bahwa kehadiran Inggris di

Maluku atau Irian merupakan ancaman bagi pemerintahan pribumi di Maluku. Oleh karena

itu, Nuku juga melakukan serangan terhadap Ternate yang mendukung Belanda. Dengan

serangan-serangan tersebut, Nuku berhasil mengambil simpati kerajaan-kerajaan Maluku

yang merasa telah memiliki kemerdekaan sejak lama.

Perlawanan terhadap pemerintah kolonial tidak hanya dilakukan oleh para sultan dan

rakyatnya, tetapi juga oleh para pemuda. Para pemuda Maluku tidak suka dengan kehadiran

pemerintah kolonial melakukan pemberontakan antara Juli sampai Desember 1817.

Pemberontakan tersebut dipimpin oleh Pattimura yang juga dikenal dengan nama Thomas

Matulesi. Mereka memberontak karena pemerintah Belanda memberlakukan kembali

penyerahan wajib dan kerja wajib yang pernah dihapuskan pada masa pemerintahan Inggris.

Pada 3 Mei 1817, mereka berhasil menghancurkan Benteng Saparua dan membunuh

semua penghuninya. Dengan serangan tersebut, rakyat Saparua memberikan dukungan

kepada Pattimura dan mengangkatnya sebagai seorang kapiten (kapten). Serangan terus

dilakukan, terutama ke kantor residen. Namun, kekuatan Belanda lebih kuat. Akhirnya,

perlawanan Pattimura dapat dipatahkan pada 16 November 1817 dan ia kemudian dihukum

mati.

Perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda juga dilandasi oleh semangat

mempertahankan ajaran Islam, menghapus nilai-nilai setempat, serta nilai-nilai dari Barat

yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Perang Paderi

yang berlangsung dari 1821-1837

di Sumatra Barat dilatarbelakangi oleh semangat membumikan ajaran Islam sambil

menentang adat yang kolot serta nilai-nilai dari Barat. Disebut Perang Paderi karena para

pemimpinnya berasal dari kalangan

paderi

atau tokoh agama Islam yang berkeinginan

memurnikan ajaran Islam dari nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam.

70

Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII

Perlawanan gigih terhadap penjajahan Belanda juga dilakukan oleh rakyat Aceh dalam

Perang Aceh. Perang ini berlangsung pada 1873-1912. Perang Aceh terjadi karena keinginan

pemerintah kolonial untuk menguasai seluruh wilayah Nusantara dilawan oleh rakyat Aceh.

Rakyat Aceh tidak menginginkan daerah mereka diduduki oleh penjajah. Mereka memiliki

kebanggaan atas kerajaan mereka yang telah berdiri sejak berabad-abad lalu. Terutama,

pada zaman kejayaan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) yang tetap berdiri pada abad

ke-18 dan 19 sampai abad ke-20.

Penyebab terjadinya Perang Aceh, antara lain karena pemerintah kolonial ingin

menguasai Aceh sebagai kerajaan yang kuat dan memiliki kemampuan diplomatik tinggi.

Pemerintah kolonial melihat bahwa Traktat London tahun 1824 dan Traktat Sumatra tahun

1871 yang ditandatangani antara Belanda dan Inggris telah memberi kedudukan yang kuat

pada Aceh. Oleh karena itu, dapat menjadi ancaman bagi kedudukan pemerintah Hindia

Belanda. Kekhawatiran tersebut terbukti setelah Aceh mampu menjalin hubungan diplomatik

dengan banyak negara. Hal itu mulai mencemaskan Belanda. Belanda merasa takut disaingi

dan mulai menuntut Aceh untuk mengakui kedaulatan Belanda di Nusantara.

Penolakan rakyat Aceh terhadap tuntutan Belanda mendorong Belanda untuk

mengirimkan pasukannya ke Kutaraja, ibu kota Kerajaan Aceh pada April 1873. Namun,

usaha untuk menguasai Aceh mengalami kegagalan. Bahkan Mayor Jenderal Kohler,

pemimpin pasukan Belanda tewas di depan Mesjid Raya Aceh. Demikian juga serangan

pada Desember 1873 dapat dipatahkan oleh rakyat Aceh. Pasukan Belanda yang dipimpin

oleh Letnan Jenderal van Swieten hanya berhasil merebut istana Kerajaan Aceh dan tidak

dapat menguasai seluruh Aceh. Perlawanan rakyat Aceh terus berlangsung, walaupun istana

kesultanan di Kutaraja direbut oleh Belanda.

Melihat gigihnya perlawanan rakyat Aceh, Belanda mengubah strategi perang dengan

pendekatan sosial budaya. Caranya dengan mengirimkan Snouck Hurgronje, seorang ahli

kajian Islam untuk menyelidiki masyarakat Aceh dan memberi masukan kepada pemerintah

kolonial tentang strategi menguasai rakyat Aceh. Hurgronje menyarankan agar pemerintah

kolonial memahami karakter masyarakat Aceh sambil melakukan serangan kepada para

pemimpin Aceh.

Berdasarkan saran tersebut pemerintah kolonial menugaskan van der Heyden untuk

memimpin pasukan dalam melakukan serangan ke Aceh Besar, salah satu kota pusat

perjuangan rakyat Aceh. Melalui serangan tersebut, pada 1891, salah seorang pemimpin

Aceh, Teuku Cik Ditiro gugur. Selanjutnya pada 1893, Teuku Umar ditawan dan kemudian

ia berhasil meloloskan diri pada Maret 1896. Setelah bergabung kembali dengan sisa-sisa

pasukannya, ia gugur di Meulaboh pada 11 Februari 1899. Pemimpin lainnya, seperti

Sultan Daudsyah dan Panglima Polim terus melakukan perlawanan sampai akhimya mereka

dipaksa menyerah oleh Belanda.

Ternyata, gugurnya para pemimpin perjuangan Aceh tidak menyurutkan rakyat Aceh

dalam melakukan serangan. Pemimpin Aceh lainnya, seperti Tjut Nyak Dien, istri Teuku

Umar terus berjuang dan melakukan perang gerilya. Bersama para pengikutnya, ia

71

Bab IV

Kebangkitan Nasional

melakukan perlawanan terhadap Belanda sampai akhirnya terpaksa menyerah pada 1905.

Demikian juga pejuang wanita lainnya, seperti Tjut Nyak Meutia terus melakukan perlawanan

gerilya sampai ia gugur pada 1910.

Perang Aceh terus berlangsung sampai tahun 1912 melalui serangan gerilya yang

tidak terorganisir. Namun, Perang Aceh telah menunjukkan kepada Belanda bahwa rakyat

Aceh tidak suka dengan penjajahan yang memaksakan nilai-nilai yang bertentangan dengan

adat istiadat Aceh.

Di Bali, perlawanan rakyat untuk mengusir Belanda dari daerahnya dikenal dengan

Perang Puputan.

Perang itu ditandai dengan pengorbanan yang luar biasa dari seluruh

rakyat yang cinta daerahnya, baik pengorbanan nyawa maupun materi. Perang Puputan

dilakukan olah rakyat Bali demi mempertahankan daerah mereka dari pendudukan

pemerintah kolonial Belanda. Rakyat Bali tidak ingin Kerajaan Klungkung yang telah berdiri

sejak abad ke -9 dan telah mengadakan perjanjian dengan Belanda tahun 1841 di bawah

pemerintahan Raja Dewa Agung Putra diduduki oleh Belanda. Sikap pantang menyerah

rakyat Bali dijadikan alasan oleh pemerintah Belanda untuk menyerang Bali.

Pada 1844, perahu dagang milik Belanda terdampar di Prancak, wilayah Kerajaan

Buleleng dan terkena

Hukum

Tawan Karang.

Hukum tersebut memberi hak kepada

penguasa kerajaan untuk menguasai kapal yang terdampar beserta isinya. Dengan kejadian

itu, Belanda memiliki alasan kuat untuk melakukan serangan ke Kerajaan Buleleng pada

1848. Namun, rakyat Buleleng dapat menangkis serangan tersebut. Akan tetapi, pada serangan

yang kedua pada 1849, pasukan Belanda yang dipimpin Jenderal Mayor A.V. Michies dan

Van Swieeten berhasil merebut benteng pertahanan terakhir Kerajaan Buleleng di Jagaraga.

Dengan serangan besar-besaran, rakyat Bali membalasnya dengan perang habis-

habisan guna mempertahankan harga diri sebagai orang Bali. Pertempuran untuk

mempertahankan Buleleng itu dikenal dengan

Puputan Jagaraga.

Puputan lainnya, yaitu

Puputan Badung

(1906),

Puputan Kusamba

(1908), dan

Puputan Klungkung

(1908).

Selain perlawanan yang diuraikan tersebut, perlawanan terhadap pemerintah kolonial

berlangsung di berbagai daerah dengan latar belakang dan penyebab yang berbeda-beda,

seperti di Banjarmasin, Kalimantan Selatan menunjukkan perang berkecamuk di tengah-

tengah persaingan anggota keluarga kerajaan untuk menduduki tahta kerajaan. Banyak

anggota keluarga kerajaan yang ingin naik tahta bekerja sama dengan Belanda. Keadaan

inilah yang sangat ditentang oleh Pangeran Antasari, salah seorang pangeran dari Banjarmasin.

Perang Banjarmasin

pada 1859 dipimpin oleh Antasari yang menentang kehadiran Belanda

dalam keluarga kerajaan di Banjarmasin. la putra dari Sultan Muhammad yang sangat

anti-Belanda. Pangeran Antasari melakukan pertempuran sengit sampai ia gugur pada 1862.

72

Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII

Dalam bidang politik, pemerintah kolonial Belanda pernah menerapkan politik etis

yang mulai dilaksanakan lebih intensif pada saat Hindia Belanda (Indonesia) berada di

bawah Gubernur Jenderal Idenburg tahun 1899-1906. Politik ini difokuskan pada

pengembangan edukasi atau pendidikan, migrasi atau kependudukan, dan irigasi atau

pengairan.

Edukasi dimaksudkan untuk mendidik warga pribumi agar memiliki keterampilan-

keterampilan yang diperlukan untuk mendukung birokrasi dan administrasi kolonial Belanda.

Pemerintah kolonial mendirikan sekolah bagi para

pamongpraja

(para pegawai) yang

kelak lulusannya dapat dipekerjakan di kantor pemerintah. Adapun irigasi dimaksudkan

untuk meningkatkan produksi pertanian dan perkebunan rakyat. Sementara migrasi

merupakan program pemindahan penduduk dari daerah padat di Jawa ke daerah yang

masih jarang penduduknya di luar Jawa.

Prinsip edukasi dalam pelaksanaanya dikembangkan lebih baik dari yang lainya,

penduduk pribumi diberi kesempatan yang secara terbuka untuk masuk ke sekolah-sekolah

yang didirikan oleh pemerintah kolonial. Namun demikian terdapat perbedaan pendekatan

pelaksanaanya. Pendekatan pertama dikemukakan oleh Snouck Hurgronje. Dia

berpendapat bahwa pendidikan model Barat ialah yang paling tepat diterapkan bagi

penduduk pribumi sehingga kesempatan harus dibuka terutama bagi warga pribumi dari

kalangan yang mampu dan memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Warga

pribumi harus dididik dengan cara Barat dan menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa

pengantarnya. Pendekatan ini bertujuan untuk mendidik warga pribumi sehingga memiliki

keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk memperkuat pemerintahan jajahan

di Indonesia.

Pendekatan kedua dikemukakan oleh Idenburg dan van Heutsz yang menjadi gubemur

jenderal pada 1904–1909. Pendekatan ini menginginkan bahwa edukasi yang diterapkan

menekankan kepada pendekatan praktis dan sifatnya mendasar bagi masyarakat pribumi.

Pada akhirnya, konsep Idenburg dan van Heutsz lebih diterima dan dikembangkan. Karena,

konsep ini lebih mengarah kepada budaya lokal dan lebih menekankan kepada peningkatan

kesejahteraan pribumi.

Dalam rangka melaksanakan politik etis, pemerintah kolonial melakukan penataan

sistem pendidikan yang sudah ada. Tiga sekolah praja

Qwofdenschool

di Bandung,

Magelang, dan Probolinggo yang didirikan pada akhir abad ke-19 melakukan upaya

penataan ulang. Sekolah tersebut bertujuan untuk melahirkan para birokrat yang dapat

bekerja pada pemerintah kolonial.

Di

sekolah tersebut diajarkan pendidikan umum dan

berbagai pengetahuan dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa Belanda pemerintah

kolonial Belanda.

C PERKEMBANGAN PENDIDIKAN BARAT

DAN PENDIDIKAN ISLAM

73

Bab IV

Kebangkitan Nasional

Selain sekolah pamongpraja, terdapat sekolah lain yaitu sekolah dokter Jawa atau

School tot Opieiding van Inlandische Arisen

(STOVIA) yang diperuntukkan bagi pribumi

untuk menjadi dokter. Kemudian pemerintah kolonial juga mendirikan sekolah guru atau

kweekschool

yang bertujuan mendidik kaum pribumi untuk menjadi guru yang

berpendidikan Belanda.

Pemerintah kolonial juga melakukan penataan ulang sekolah untuk tingkat dasar dan

menengah yang mulai di buka sejak 1892-1893. Sekolah tersebut dibagi menjadi dua,

yaitu:

1)

sekolah kelas satu

(eerste klasse)

dibuka untuk anak-anak priyayi atau keturunan

bangsawan pribumi dengan bahasa pengantar bahasa Belanda;

2)

sekolah kelas dua atau

(tweede klasse)

adalah sekolah untuk rakyat biasa dengan

menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah atau bahasa Melayu dan tanpa

pelajaran bahasa Belanda.

Sekolah kelas satu diubah pada 1914 menjadi

Holandsch-Indische Scholen

(HIS).

Sekolah ini merupakan sekolah Belanda-pribumi yang setingkat Sekolah Dasar dengan

sistem pendidikan model Eropa. Lulusan dari sekolah itu dapat meneruskan ke jenjang

SLTP yang disebut

Meer Uitgebreid Lager Onderwijs

(MULO) yang sudah didirikan

pada 1914. Sekolah ini didirikan hanya untuk kalangan priyayi atau bangsawan. Lulusan

dari MULO dapat meneruskan ke

Algemeene Middlebare School

(AMS) setingkat SMU

yang sudah didirikan pada 1919. Sekolah ini menyiapkan para siswa untuk memasuki

perguruan tinggi di Negeri Belanda.

Jumlah penduduk pribumi yang memasuki sekolah Belanda atau sekolah priyayi hanya

sedikit sekali. Hal ini disebabkan pemerintah kolonial membatasi kesempatan tersebut

yang didasarkan atas kedudukan ekonomi keluarga serta asal-usul keturunan. Hanya anak

kaum priyayi atau bangsawan yang diberi kesempatan untuk masuk ke sekolah HIS,

MULO, atau AMS. Oleh karena itu, pada 1905 hanya terdapat 36 orang Indonesia yang

dapat meneruskan sekolah ke universitas di Negeri Belanda. Salah seorang Indonesia

yang memperoleh gelar doktor (S-3) dari universitas di negeri Belanda adalah Husein

Djajadiningrat

,

seorang keluarga Bupati di Jawa Barat. la menulis disertasi berjudul

Tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten (Cristische Beschouwing van de Sedjarah

Banten)

dan menyelesaikan doktornya dari Universitas Leiden pada 1913.

Dalam perkembanganya, tepatnya pada 1920, pemerintah kolonial Belanda mulai

menghapuskan diskriminasi dalam sistem pendidikan. Semua penduduk pribumi

diperbolehkan memasuki sekolah apa saja, asal memiliki uang untuk membayar biayanya.

Pada 1920, dibuka

Technische Hooge School

(Sekolah Tinggi Teknik) yang kelak menjadi

ITB di Bandung. Pada l924, dibuka

Rechtskundige Hooge School

(Sekolah Hakim Tinggi)

di Batavia (Jakarta) dan tahun 1927, STOVIA diubah menjadi

Geneeskundige

Hoogeschool

(Sekolah Tinggi Kedokteran). Semua sekolah tersebut terbuka untuk semua

golongan.

74

Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII

Penghapusan perbedaan ras atau asal-usul keturunan terlihat dalam pembukaan

sekolah-sekolah di desa

(desascholen

atau

volksscholen).

Sekolah-sekolah yang

menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah tersebut dibiayai oleh penduduk dengan

bantuan pemerintah kolonial. Jumlah peminatnya cukup tinggi dan tersebar di berbagai

desa. Pada 1912, telah berdiri sejumlah 2500 sekolah desa dan pada 1930 meningkat

menjadi 9600 sekolah. Lebih dari 40 persen anak-anak pribumi usia SD memasuki sekolah

desa dan sebagian di antaranya masuk ke sekolah sambungan

(Schakelschool)

sebelum

memasuki HIS atau MULO.

Di samping pendidikan umum, politik etis juga mendorong lahirnya pendidikan

keterampilan. Pendidikan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja bagi

keperluan kedinasan yang semakin bertambah. Sekolah-sekolah kejuruan yang didirikan

meliputi sekolah teknik, pertanian, perternakan, kehutanan, perdagangan, hukum, dan guru.

Kebijakan politik etis berpengaruh luas terhadap peningkatan pendidikan bangsa

Indonesia. Hal ini tampak dari lahirnya banyak sekolah, baik yang didirikan oleh pemerintah

kolonial, sekolah-sekolah Islam yang dikelola pesantren, misi-misi Kristen, serta pendidikan

perempuan, seperti R.A. Kartini di Jawa Tengah dan Raden Dewi Sartika di Jawa Barat,

serta sekolah-sekolah perempuan lainnya di berbagai daerah.

Perkembangan sampai 1900, jumlah orang Indonesia yang memasuki sekolah formal

berjumlah 265.940 siswa dan tiga puluh tahun kemudian jumlah itu meningkat lagi menjadi

1,7 juta penduduk. Adapun yang dapat bersekolah di sekolah Belanda mulai dari HIS,

MULO, AMS, yaitu 84.609. Sebagian kecil dari lulusan AMS atau sejumlah 178 orang

menjadi mahasiswa di berbagai perguruan tinggi. Jumlah kelompok terdidik itulah yang

kelak menjadi kelompok masyarakat yang pertama menyadari bahwa penjajahan Belanda

harus diakhiri. Mereka juga menginginkan agar mendirikan negara merdeka dengan

pemerintahan sendiri. Hal ini menjadi tujuan utama perjuangan mereka.

Selain pendidikan yang dimotori oleh pemerintah kolonial, peran pendidikan Islam

dalam melahirkan nasionalisme juga sangat penting. Golongan terpelajar Islam lahir karena

pendidikan pesantren. Pendidikan ini memiliki tradisi yang panjang dan bahkan lahir sebelum

pemerintah kolonial Belanda menyelenggarakan pendidikan Barat. Sebagian penduduk

Indonesia yang mulai menyadari bahwa pendidikan itu adalah penting mulai menyekolahkan

anak- anaknya ke pesantren. Dengan bekal pendidikan agama serta pendidikan umum,

banyak di antara alumni pesantren yang menjadi tokoh masyarakat.

Banyak di antara lulusan pesantren yang mampu melaksanakan ibadah haji ke Mekkah.

Setelah melalui perjalanan panjang dari tempat asal mereka ke Mekkah dan lamanya tinggal

di negeri Arab, banyak jemaah haji Indonesia yang bergaul dengan umat Islam dari seluruh

dunia. Melalui pergaulan dan pertukaran pengetahuan dan pengalaman itu, pandangan

jemaah haji Indonesia tentang dirinya, agama yang dianut serta keadaan negaranya semakin

terbuka. Mereka juga mulai menyadari bahwa penjajahan Belanda sangat merugikan mereka

dan kepentingan umat Islam. Kesadaran tersebut kemudian disebarkan ke lingkungan

pesantren mereka setelah tiba di tanah air.

75

Bab IV

Kebangkitan Nasional

Adanya pendidikan Islam serta banyaknya umat Islam yang melaksanakan ibadah

haji pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, lahir pula kelompok umat Islam Indonesia

yang berpandangan modern. Mereka disebut sebagai golongan Islam modernis. Kelompok

ini menyadari bahwa sebagian besar orang Indonesia adalah sangat miskin dan terbelakang.

Mereka menghendaki bahwa untuk mengatasi hal itu diperlukan perjuangan di berbagai

bidang seperti ekonomi, pendidikan, dan politik.

Dalam bidang pendidikan, sebagian kaum Islam modernis juga menghendaki

didirikannya pendidikan Islam yang modern, baik berbentuk pesantren maupun pendidikan

umum. Organisasi-organisasi seperti Muhammadiyah dan lainnya merupakan organisasi

yang menyadari betapa pentingnya aspek pendidikan untuk meningkatkan harkat dan derajat

warga pribumi yang masih dijajah.

Politik etis (politik balas budi) muncul pada tahun 1890 atas desakan golongan liberal

dalam parlemen Belanda. Mereka yang berhaluan progresif tersebut memberikan usulan

agar pemerintah Belanda memberikan perhatian kepada masyarakat Indonesia yang telah

bersusah payah mengisi keuangan negara Belanda melalui program tanam paksa. Desakan

ini muncul dari pemikiran bahwa negeri Belanda telah berutang banyak atas kekayaan

bangsa Indonesia yang dinikmati oleh masyarakat Belanda.

Gagasan politik etis muncul dari Conraad Theodore van Deventer melalui tulisannya

di majalah De Gids pada tahun 1899, dengan judul Een Eereschuld (Suatu Utang Budi).

Dalam tulisan tersebut, van Deventer memberikan usulan agar pemerintah Belanda

melaksanakan program yang bertujuan untuk membalas budi bangsa Indonesia. Program

tersebut dikenal dengan istilah trilogi van Deventer, yang berisi :Penyebaran Berita Proklamasi

1.

Edukasi (Pendidikan)

2.

Irigasi (Pengairan)

3.

Imigrasi (Perpindahan penduduk)

Meskipun pemerintah Belanda telah menjalankan politik etis, tetap saja bangsa

Indonesia belum mengalami perubahan yang berarti. Politik etis hanya menguntungkan

Belanda, karena program pendidikan, pengairan dan perpindahan penduduk yang

dicanangkan melalui politik etis dilaksanakan seluruhnya untuk memberikan keuntungan

bagi pemerintah Belanda. Namun di sisi lain, tanpa di sadari oleh Belanda, politik etis

ternyata telah melahirkan golongan terpelajar dari kalangan bangsa Indonesia, mereka

inilah yang nantinya akan menggerakkan masyarakat untuk melawan Belanda melalui

organisasi pergerakan nasional. Golongan terpelajar ini menyadari bahwa hanya dengan

kemerdekaanlah bangsa Indonesia akan maju, sejahtera dan sejajar dengan bangsa lainnya

di dunia.

D. POLITIK ETIS

76

Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII

Adanya perkembangan pendidikan Barat dan pendidikan Islam mendorong kaum

bumiputera mendapatkan peluang untuk mendapatkan pendidikan formal. Sehubungan

dengan itu, lahir golongan terpelajar Indonesia. Kelompok tersebut memiliki kedudukan

yang terhormat pada awal abad ke-20. Mereka lebih pintar dari kebanyakan orang

Indonesia. Adapun dilihat dari kedudukan ekonominya, mereka lebih baik dari orang-

orang Indonesia lainnya.

Kelompok terpelajar Indonesia juga disebut sebagai kelompok masyarakat. Mereka

terdiri atas para profesional atau yang memiliki keahlian tertentu karena pendidikan yang

mereka sandang, seperti dosen, guru, dokter, dan ahli ekonomi. Mereka disebut profesional

karena merupakan kelompok masyarakat yang memiliki keahlian yang terbentuk berkat

pendidikan. Sekolah yang dimasukinya ternyata dapat mengubah kedudukan mereka yang

terpandang dan dapat berperan dalam masyarakat Indonesia.

Kelompok terpelajar merupakan kelompok pertama yang menyadari bahwa

penjajahan telah merugikan kepentingan bangsa Indonesia. Penjajahan yang melakukan

diskriminasi atau membeda-bedakan antara orang Belanda dan pribumi harus dilawan.

Mereka menjadi kelompok yang dapat menyampaikan ide-idenya tentang kebangsaan.

Kaum terpelajar berpendapatan bahwa penjajahan Belanda memiliki beberapa

keburukan, di antaranya sebagai berikut.

1)

Adanya diskriminasi dan pembatasan terhadap penduduk pribumi di segala bidang.

2)

Belanda menguras sumber daya alam dan manusia Indonesia untuk kepentingan

kolonial dan negeri Belanda.

3)

Belanda sangat takut jika bangsa Indonesia menjadi bangsa yang pintar dan maju.

Peranan kelompok terpelajar dalam membangkitkan kesadaran nasional tampak

dalam kegiatan diskusi sosial atau politik yang sering mereka selenggarakan dalam proses

belajar mereka. Peranan mereka dilakukan di antaranya melalui hal-hal berikut.

1)

Organisasi politik yang berperan sebagai sarana perjuangan mereka untuk mewujudkan

cita-citanya.

2)

Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, timbullah suatu kekuatan sosial baru dalam pentas

politik nasional yang menyadari nasib buruk yang dialami bangsanya. Kelompok inilah

yang kelak menjadi pemicu pergerakan nasional.

3)

Menyapaikan kritik kepada kebijakan politik kolonial di Indonesia bahwa pemerintah

kolonial telah melakukan praktik diskriminasi terhadap masyarakat pribumi.

4)

Menyebarkan gagasan nasionalisme dan semangat kebangsaan dari hasil bacaan

terhadap karya filsuf-filsuf dunia.

E. PERAN GOLONGAN TERPELAJAR, PROFESIONAL

DAN PERS DALAM MENUMBUHKAN KEBANGKITAN

NASIONAL

77

Bab IV

Kebangkitan Nasional

Sesungguhnya semangat kebangsaan bukan hanya ditumbuhkembangkan oleh

golongan terpelajar di Indonesia, melainkan juga oleh pelajar Indonesia yang sekolah di

negeri Belanda. Mereka juga banyak mempelajari pemikiran-pemikiran nasionalis, semangat

demokrasi, dan hak-hak asasi manusia. Setelah belajar dan bergaul dengan berbagai bangsa,

mereka dapat menyaksikan secara lebih nyata bahwa pemerintahan kolonial Belanda di

Indonesia juga ditentang oleh golongan terpelajar Belanda di negerinya sendiri.

Kaum terpelajar Indonesia yang berada di Belanda menemukan ide-ide politik

mengenai kebebasan sipil dan pemerintah demokratis. Pemikiran-pemikiran dan kelompok

sosialis yang antikapitalisme juga dicerna dengan baik oleh mereka dan dijadikan sebagai

salah satu semangat perjuangan untuk melawan kolonialisme di Indonesia, serta mendorong

kemerdekaan ekonomi dan politik.

Selain kaum terpelajar, pers juga memiliki peranan penting dalam

menumbuhkembangkan semangat kebangsaan atau nasionalisme.

Pers

adalah kegiatan

masyarakat yang berhubungan dengan penerbitan berita atau informasi, baik melalui media

cetak maupun elektronik. Penerbitan pers didukung oleh para golongan terpelajar yang

berprofesi sebagai penulis, wartawan, atau penyiar berita. Bahasa cetak menjadi sarana

penting dalam menumbuhkan semangat dan kesadaran nasional. Melalui pers, komunikasi

dan penyebaran infomiasi lebih bebas, terbuka, dan dapat diakses oleh siapapun tanpa

membedakan golongan dan kedudukan sosial ekonomi.

Dalam sub bab sebelumnya telah dibahas mengenai dampak munculnya politik etis

bagi bangsa Indonesia, yaitu munculnya golongan terpelajar yang kemudian mendirikan

organisasi-organisasi pergerakan nasional, berikut adalah profil beberapa organisasi tersebut:

1. Budi Utomo

Budi Utomo didirikan tanggal 20 Mei 1908 oleh dr. Wahidin Sudirohusodo dan

Sutomo, seorang pelajar STOVIA (Sekolah Dokter Jawa) di Jakarta. Pada awal

perkembangannya, Budi utomo merupakan organisasi pelajar dengan pelajar STOVIA

sebagai intinya. Namun, setelah kongresnya yang pertama pada Bulan Oktober 1908,

Budi Utomo berubah haluan menjadi organisasi yang keanggotaannya terdiri dari para

pegawai negeri dan priyayi yang berasal dari suku Jawa dan Madura. Ditegaskan pula

dalam kongres tersebut bahwa Budi Utomo hanya bergerak dalam bidang pendidikan,

pengajaran dan kebudayaan.

F. PERKEMBANGAN BEBERAPA ORGANISASI

PERGERAKAN NASIONAL

78

Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII

Dalam anggaran dasarnya yang disetujui pemerintah pada tanggal 28 Desember 1908,

Budi utomo bertekad untuk memajukan bangsa dan nusa Jawa dan Madura serta

memberikan bantuan kepada orang-orang yang yang mempeunyai tujuan yang sama.

2. Sarekat Islam

Pada awalnya, Sarekat Islam bernama Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan

oleh H. Samanhudi pada tahun 1911 untuk membendung monopoli perdagangan yang

dilakukan oleh para pedagang Cina. Pada tahun 1912, Sarekat Dagang Islam berubah

menjadi Sarekat Islam dengan HOS Cokroaminoto sebagai ketuanya.

Keanggotaan SI terbuka untuk semua golongan dan suku yang beragama Islam. Tujuan

pergerakannya adalah memajukan perdagangan, membantu anggotanya yang mengalami

kesulitan dan memajukan kepentingan Islam serta kepentingan jasmani dan rohani.

3. Indische Partij

Indische Partij didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh E.F.E

Douwes Dekker (Danudirdja Setiabudi), dr. Tjipto Mangunkusumo dan R.M. Suwardi

Suryaningrat ( Ki Hajar Dewantara). Indische Partij secara tegas menyatakan tujuannya

yaitu melepaskan diri dari penjajahan Belanda dengan semboyan “Indie los van Holland”

(Hindia bebas dari Holland) dan “Indie voor Inders” ( Hindia untuk orang Hindia).

Indische Partij merupakan organisasi yang menerapkan prinsip nasionalisme hindia

sehingga organisasi ini terbuka luas bagi seluruh golongan, baik suku bangsa maupun agama.

Dengan demikian, partai ini berusaha untuk menghilangkan diskriminasi dikalnagan

masyarakat.

4. Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang sosial keagamaan.

Didirikan di Yogyakarta oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 Nopember 1918.

Tujuan Muhammadiyah adalah mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan Alqur’an dan

Sunnah, serta memberantas kebiasaan kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Tujuan Muhammadiyah tersebut direalisasikan dengan mendirikan lembaga-lembaga

pendidikan, pusat-pusat pelayanan kesehatan, serta masjid masjid dan lembaga da’wah.

Selain di Yogyakarta, Muhammadiyah juga segera menyebar ke kota-kota lain baik

yang ada di Jawa maupun di Pulau Jawa. Sampai saat ini, Muhammadiyah merupakan

salah satu organisasi yang masih tetap berdiri dan konsisten dalam melaksakan programnya

yaitu memajukan pendidikan Islam.

79

Bab IV

Kebangkitan Nasional

5. Taman Siswa

Taman Siswa didirikan oleh Suwardi Suryaningrat ( Ki Hajar Dewantar) pada tanggal

3 Juli 1922 di Yogyakarta dan bergerak dalam bidang pendidikan.

Pendidikan Taman Siswa didasarkan pada sistem among, dimana guru bertindak

sebagai pemimpin yang berada di belakang dan memberikan kesempatan kepada siswa

untuk maju dan berkembang di depan dengan arahan sang guru. Selain itu, Taman Siswa

da menggunakan sistem pondok, dimana guru dan siswa tinggal bersama dalam satu asrama.

Melalui sitem pendidikan kebangsaannya, Taman Siswa semakin berkembang dan memiliki

beberapa cabang di luar Kota Yogyakarta.

6. Partai Nasional Indonesia

Organisasi ini didirikan oleh Ir. Sukarno di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 sebagai

kelanjutan dari organisasi pelajar bernama Algemeene Studie Club. Tujuan utama PNI

adalah mencapai kemerdekaan, karena dengan merdeka bangsa Indonesia dapat

memperbaiki struktur masyarakat, sosial, ekonomi dan politik secara mapan.

PNI adalah salah satu partai yang keras dan radikal terhadap pemerintah Belanda,

mereka menolak mentah-mentah mendudukkan wakilnya didalam volksraad (semacam

Dewan perwakilan bangsa Indonesia yang dibentuk oleh Belanda). Karena sifatnya yang

radikal inilah, pemerintah Belanda kemudian menangkap para peminpin PNI, bahkan

beberapa tokoh PNI seperti Sukarno harus di hukum buang ke beberapa daerah. Hukuman

yang dijatuhkan kepada para tokoh PNI ini berpengaruh besar terhadap perkembangan

partai, sehingga partai ini kemudian membubarkan diri dan terpecah menjadi dua, yaitu

PNI Baru dan Partindo.

7. Gerakan Wanita

Gerakan wanita pada awalnya diprakarsai oleh R.A. Kartini, diteruskan oleh Dewi

Sartika dan Maria Walanda Maramis. Gerakan wanita kemudian berkembang melalui

organisasi-organisasi kewanitaan seperti Putri Mardika di Jakarta pada tahun 1922 sebagai

bagian dari Budi utomo yang memiliki program bimbingan pengajaran untuk para gadis,

pemberian beasiswa dan menerbitkan majalah sendiri yang dinamakan “Putri Mardika”.

Di Tasikmalaya berdiri organisasi Kautamaan Istri yang menaungi sekolah-sekolah

yang didirikan Dewi Sartika. Selain Putri Mardika, berdiri pula organisasi-organisasi bagian

dari organisasi yang sudah ada, seperti Aisyiyah sebagai bagian dari Muhammadiyah, dan

Sarekat Puteri Islam sebagai bagian dari Sarekat Islam.

Pada tanggal 22-25 Desember tahun 1928 diadakan Kongres Perempuan pertama

yang memicarakan masalah persatuan di kalangan wanita, masalah wanita dalam keluarga,

poligami dan perceraian. Hasil terpenting dari kongres ini adalah terbentuknya Perserikatan

Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI). PPPI inilah yang kemudian menyelenggarakan

Kongres Perempuan yang kedua pada tahun 1935 dengan pokok bahasan masalah buruh

80

Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII

wanita, pemberantasan buta huruf dan semangat kebangsaan. Sangat terlihat dalam kongres

yang kedua ini para wanita Indonesia mampu memposisikan dirinya sebagai bagian yang

tidak terpisahkan dari upaya perjuangan nasional demi merebut kemerdekaan dari tangan

penjajah.

1. Kongres Pemuda

a. Jong Java

Para pemuda pada 1920 mengadakan kongres yang ketiga di Solo dan pertengahan

1921 kongres yang keempat di Bandung. Dalam kongres-kongres tersebut, seperti juga

dalam kongres kedua, dibicarakan soal semi-politik. Pada kongres di Bandung dalam

anggaran dasar ditetapkan sebagai tujuan membangun cita-cita Jawa Raya dengan jalan

mengembangkan rasa bersatu di antara golongan orang Indonesia di Jawa, Madura, dan

Bali untuk mencapai kemakmuran dan kekayaan batin. Jadi, bukan untuk tujuan politik.

Selain itu, disebutkan bahwa perkumpulan tidak akan ikut dalam aksi politik. Kongres

kelima (Mei 1922 di Solo) dan kongres luar biasa (Desember 1922) memberikan ketentuan

tentang hal ini dengan semata-mata menetapkan bahwa Jong Java tidak akan mencampuri

aksi atau propaganda politik. Tujuan yang akan dicapai dengan jalan:

1)

mengadakan hubungan antara murid-murid sekolah menengah;

2)

mempertinggi pengetahuan untuk kebudayaan sendiri;

3)

menambah pengetahuan umum dari para anggota;

4)

melakukan olahraga.

Jong Java berkewajiban membentuk calon-calon pemimpin (laki-laki dan perempuan)

di semua lapangan pergerakan. Membicarakan acara-acara sosial dan politik (yang tetap

dianggap perlu) hanya dijalankan untuk menambah pengetahuan anggota. Anggota baru

akan ikut dalam politik kalau sudah tamat belajar. Tentang kedudukan wanita dalam

masyarakat, perempuan tidak saja harus diberi hormat sepantasnya, akan tetapi harus

terlepas dari adat yang mengikat dan merendahkannya. Tidak saja anak laki-laki, tetapi

juga anak-anak perempuan harus dapat didikan persiapan untuk kewajiban kebangsaan.

Persiapan untuk anak perempuan harus tambah dipentingkan karena kaum wanita

berkewajiban pula mendidik anak-anak.

Dalam Kongres Jong Java 27-31 Desember 1926 di Solo, suara bulat tujuan

perkumpulan diubah menjadi akan berusaha memajukan rasa persatuan para anggota dengan

semua golongan bangsa Indonesia dan bekerja sama dengan perkumpulan-perkumpulan

pemuda Indonesia lainnya dalam menyebarkan dan memperkuat paham Indonesia bersatu.

Sebelumnya oleh ketua (RT. Djaksodipuro, kemudian bernama RT Wongsonegoro) yang

menjadi anggota perkumpulan para mahasiswa PPPI dijelaskan bahwa tujuannya tidak

G. KONGRES PEMUDA DAN KONGRES PEREMPUAN

81

Bab IV

Kebangkitan Nasional

pernah membangun Jawa Raya saja, tetapi untuk Indonesia Merdeka. Selanjutnya dalam

kongres diputuskan membagi anggotanya dalam anggota biasa (umur 18 tahun atau lebih)

dan calon anggota (umur 18 tahun). Calon anggota tidak diperbolehkan mengunjungi rapat

anggota, tetapi boleh ikut dalam bagian olahraga, kesenian dan kepanduan. Dengan jalan

ini, Jong Java dapat ikut dalam lapangan politik.

b. Pemuda Indonesia

Pemuda-pemuda di Bandung yang merasa dirinya semata-mata orang Indonesia dan

merasa tidak sanggup lagi duduk dalam perkumpulan-perkumpulan pemuda yang

berdasarkan kedaerahan, pada permulaan 1927 (sebelum PNI berdiri) mendirikan

perkumpulan Jong Indonesia. Nama itu dalam kongres pertama Desember 1927 diubah

menjadi

Pemuda Indonesia.

Dalam kongres itu anggaran dasar ditetapkan dan sebagai tujuannya disebutkan,

menyebarkan dan memperkuat cita-cita kebangsaan Indonesia bersatu. Usahanya antara

lain dengan jalan bekerja bersama-sama dengan perkumpulan-perkumpulan pemuda lain,

memajukan kepanduan kebangsaan Indonesia, dan berolahraga bersama.

Meskipun tidak ikut dalam praktik politik, jiwa pemuda Indonesia penuh dengan cita-

cita politik. Persatuan batin dengan PNI tidak disembunyikan dan dikatakan dengan terus

terang. Dalam Kongres Pemuda Indonesia ke-2 pada 24–28 Desember 1923 di Jakarta

dengan suara 5 lawan 2 diputuskan untuk menyetujui usul fusi dari PPPI.

c. Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI)

Perkumpulan ini dimulai pada 1925, tetapi baru dalam 1926 didirikan dengan resmi.

Anggotanya ialah mahasiswa sekolah-sekolah tinggi di Jakarta dan Bandung. Asasnya

didasarkan pada pertentangan (antithese) kolonial dan bercita-cita mendidik anggota untuk

kewajibannya, kemerdekaan bangsa yang diidamkan ialah Indonesia Raya Merdeka.

Jasa PPPI dalam kalangan perkumpulan-perkumpulan pemuda berpengaruh besar.

Anggota-anggotanya, yaitu mahasiswa, buat pelajar-pelajar menengah adalah menjadi saudara

tua. Anggota PPPI juga banyak yang merangkap menjadi pemimpin perkumpulan-

perkumpulan.

d. Jong Islamieten Bond (JIB)

Suatu perkumpulan baru didirikan oleh orang-orang yang keluar dari Jong Java setelah

gagal usahanya:

1)

supaya Jong Java dalam programnya menetapkan kemajuan agama Islam dan dengan

ini Jong Java meninggalkan sikapnya yang nasionalistis netral;

2)

supaya Jong Java mencabut larangan terhadap anggotanya untuk ikut dalam gerakan politik.

Ketua JIB adalah R. Sam, bekas ketua Jong Java dan Haji Agus Salim diangkat

sebagai penasihat. Berbeda dengan Jong Java, perkumpulan ini berdasarkan agama Islam

dan persatuan dalam Islam. JIB terbuka untuk semua orang Islam Indonesia, tidak saja

pelajar-pelajar, tetapi orang yang tamat belajar boleh menjadi anggota asal umurnya tidak

82

Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII

RANGKUMAN

lebih dari 30 tahun. Dengan ini tujuannya memperkuat ke-Islaman antara kaum terpelajar

Indonesia. Seperti juga Jong Java, perkumpulan ini tidak mencampuri praktik politik, tetapi

anggota-anggotanya sendiri dibolehkan ikut dalam gerakan politik. JIB sendiri sebagai

perkumpulan akan berusaha (seperti Jong Java) dengan sungguh-sungguh untuk melebarkan

dan menjernihkan kepahaman politik anggotanya. Ia akan menjadi edisi baru dari Sarekat

Islam untuk pemuda terpelajar, seperti Jong Java dalam banyak hal merupakan gambaran

dari Budi Utomo.

Perlu dicatat adalah keterangan pengertian nasionalisme yang buat orang Islam yang

baik harus berarti mencintai tanah air dan bangsa. Selain itu juga mencintai orang-orang

seagama di luar negeri dan semua manusia.

2. Kongres Perempuan Pertama

Tokoh yang dianggap pelopor perjuangan wanita untuk

menjunjung derajat kaum wanita adalah Ibu Kartini, putri

Bupati Jepara. Ia lahir pada 21 April 1897 dan wafat pada

13 September 1901. Pada awalnya, gerakan wanita itu tidak

mencapai urusan politik. Tujuan umumnya ialah menjunjung

tinggi derajat kaum wanita dengan usaha memperluas

pendidikan dan pengajaran bagi kaumnya, serta melepaskan

ikatan adat istiadat yang menghambat kaum wanita

(emansipasi).

Hasrat untuk bersatu itu tumbuh dalam kalangan wanita,

sehingga antara 22-25 Desember 1928 organisasi-organisasi

wanita mengadakan kongres di Yogyakarta. Kemudian

mereka menamakan diri Perserikatan Perempuan Indonesia.

Pada kongresnya yang pertama di Jakarta akhir 1929 berganti nama menjadi Perserikatan

Perkumpulan Istri Indonesia (PPII). Pada kongres III di Bandung dalam bulan Juli 1938

(Kongres Perempuan Indonesia III) memutuskan bahwa 22 Desember sebagai hari Ibu.

1.

Perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia terhadap kedatangan

dan dominasi bangsa Barat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya

sebagai berikut.

a)

Gerakan bangsa Barat yang cenderung menguasai dan menjajah

sumber daya alam serta sumber daya manusia yang ada di Indonesia.

b)

Hasrat untuk hidup tenang sesuai dengan adat-istiadat setempat dari

rakyat Indonesia.

c)

Hasrat untuk menegakkan kedaulatan dan kemandirian serta tidak

ingin dicampuri oleh bangsa asing.

d)

Kolonialisme dan imperialisme sangat membelenggu masyarakat Indonesia.

Gambar 4.1

R.A Kartini

Sumber: Lukisan sejarah

83

Bab IV

Kebangkitan Nasional

2.

Agama Kristen yang menyebar di Indonesia berasal dari berbagai aliran

agama Katolik yang mengakui kekuasaan Paus di Roma.

3.

Menurut catatan sejarawan, masuk dan berkembangnya agama Kristen

bersamaan dengan masuk dan berkembangnya penjelajahan dan pelayaran

dunia yang dilakukan oleh bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda di

Indonesia.

4.

Politik etis yang dipraktikkan oleh Belanda difokuskan pada pengembangan

edukasi atau pendidikan, migrasi atau kependudukan, dan irigasi atau

pengairan.

5.

Selain pendidikan yang dimotori oleh pemerintah kolonial, peran pendidikan

Islam dalam melahirkan nasionalisme juga sangat penting. Golongan

terpelajar Islam lahir karena pendidikan pesantren.

6.

Kaum terpelajar berpendapat bahwa penjajahan Belanda memiliki

beberapa keburukan, di antaranya sebagai berikut.

a)

Adanya diskriminasi dan pembatasan terhadap penduduk pribumi di

segala bidang.

b)

Belanda menguras sumber daya alam dan manusia Indonesia untuk

kepentingan kolonial dan negeri Belanda.

c)

Belanda sangat takut jika bangsa Indonesia menjadi bangsa yang pintar

dan maju.

REFLEKSI

Jika terdapat materi yang belum dipahami, pelajari kembali secara seksama dan

diskusikan bersama kelompok belajarmu, carilah referensi lain yang relevan,

termasuk Internet. Lebih lanjut, tanyakan kepada guru bidang studi IPS di

sekolahmu agar semua materi dapat dikuasai!

I. Pilihan Ganda

Pilihlah jawaban yang kamu anggap paling benar!

1.

Bangsa Barat yang pertama kali menguasai kerajaan-kerajaan di Nusantara

adalah ....

a

.

Belanda

c.

Inggris

b.

Spanyol

d.

Portugis

SOAL LATIHAN

84

Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII

TUGAS

2.

Berikut ini yang

bukan

merupakan tujuan Belanda mendirikan VOC adalah ...

a.

menghindarkan persaingan antarpengusaha Belanda

b.

mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya

c.

agar mampu bersaing dengan kongsi dagang dari bangsa lain seperti Portugis

dan Spanyol

d.

membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia

3.

Perlawanan Bangsa Indonesia mengusir bangsa Barat dilakukan sejak

kedatangan bangsa Portugis di Indonesia yang mengalahkan Kerajaan Malaka

pada tahun ....

a.

1511

c.

1512

b.

1115

d.

1215

4.

Sebelum menyebar ke Indonesia, agama Kristen menyebar dari tanah

kelahirannya, yaitu ....

a.

Palestina

c.

Mesir

b.

Israil

d.

Iran

5.

Kongres Perempuan Pertama pada tahun 1929 diadakan di Kota ....

a.

Bandung

c.

Surabaya

b.

Jakarta

d.

Medan

II. Uraian

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan tepat!

1.

Jelaskan faktor pendorong bangsa Barat datang ke wilayah Indonesia!

2.

Jelaskan kebijakan-kebijakan apa saja yang ditetapkan VOC dalam rangka

menguasai wilayah Indonesia!

3.

Jelaskan daerah-daerah persebaran agama Nasrani di Indonesia!

4.

Jelaskan yang kamu ketahui tentang Jong Java dan Jong Islamieten Bon (JIB)!

5.

Apakah manfaat yang bisa kalian ambil dari peringatan Hari Kebangkitan

Nasional ?

Carilah tokoh sejarah atau seorang tokoh masyarakat di daerah tempat tinggalmu, kemudian

wawancarai tentang:

1.

Awal mula dan proses persebaran agama mayoritas di sekitar tempat tinggalmu.

2.

Bentuk perlawanan di daerahmu terhadap penjajah pada zaman VOC.

3.

Peran pelajar dalam rangka memelihara semangat kebangkitan nasional.